Kamis, 31 Mei 2012

DIARY 3 : Mensana In Corpore Sano

Satu minggu setelah gowes pertama, saya masih berkeinginan untuk mencoba gowes lagi. Masih di hari Minggu yang permai, hari yang saya pilih untuk mencoba kemampuan saya bergowes ria. Kali ini saya menuntun sepeda dengan perasaan was-was, karena belum yakin dengan kemampuan otot-otot kaki.


Karena belum mahfum dengan kemampuan diri beradaptasi dengan sepeda baru ini, maka saya harus menerapkan strategi yang tepat untuk dapat setidaknya gowes hingga beberapa ratus meter. Akhirnya saya memilih untuk menggenjot saja sekuat-kuatnya, dengan harapan dapat mengetahui kemampuan otot maksimal.


Ancang-ancang dari depan halaman rumah, sepeda meluncur dengan mulus dan langsung saya arahkan ke luar komplek perumahan. Keluar dari perumahan, jalan masih menurun sehingga saya belum menemukan rintangan berarti. Setengah perjalanan menuju jalan raya jalan sedikit menanjak, dengan strategi yang sudah saya ancangkan sejak awal, sepeda saya genjot sekuat tenaga dan meski nafas tersengal, tanjakan pertama sukses saya lalui dilanjutkan dengan jalan menurun hingga mencapai jalan raya. Dari jalan raya saya arahkan kemudi memilih jalan yang menurun, sehingga saya pun masih aman menuju sebuah toko serba ada untuk membeli beberapa barang keperluan.

Selesai berbelanja, maka mau tidak mau jalan yang saya harus lalui adalah jalan menanjak. Kembali strategi gowes sekuat tenaga saya terapkan, dan tanpa memikirkan perbandingan gear yang harus saya pilih, sepeda saya genjot secara membabi-buta laksana seorang tiran yang kejam memperbudak otot-otot untuk menuruti perintah-perintah tak berperikemanusiaan dari sang kepala. Jalan raya yang menanjak pun berhasil saya tempuh sampai berbelok ke jalan aspal kasar yang menuju ke arah rumah, tetap dengan semangat membabi buta, tanjakkan demi tanjakkan terus saya lahap tanpa jeda istirahat, dan dengan nafas yang terus memburu saya memaksakan diri untuk tetap bertahan di atas sadel sepeda. Untungnya kali ini tidak ada anjing milik tetangga yang menghadang perjalanan menuju rumah. 

Menjelang sampai rumah, jalan menanjak terasa lebih terjal namun tetap saya memaksakan untuk terus menggenjot, sampai akhirnya tibalah saya di rumah. Dan tanpa ampun saya pun tergeletak, terkulai lemas di lantai teras dengan nafas tersengal-sengal, tubuh dari kaki hingga pundak gemetar, perut mual terasa hendak muntah, kepala pusing, dan mata berkunang-kunang. Tubuh ini sepertinya bersekongkol melaksanakan pemboikotan dan melakukan pemberontakan terhadap kediktatoran saya, dan sebagaimana takdir yang biasanya mengakhiri masa pemerintahan seorang diktator, saya pun tumbang menghadapi pemboikotan dan perlawanan tersebut.


Hari minggu kali ini terasa begitu kelabu, hari ini saya tak sanggup mengajak anak istri untuk sekadar berjalan-jalan menikmati hari. Saya memilih untuk merebahkan diri seharian penuh di tempat tidur. Dan akhirnya hari ini berakhir di pembaringan sambil menerima pijitan di sekujur badan dari Bi Lastri tukang pijat langganan istri saya. Dan seperti yang sudah-sudah, Bi Lastri selalu berceloteh yang itu-itu saja. Sambil terpaksa mendengar celotehan si bibi tukang pijat, terngiang saya akan petatah petitih jargon penyemangat olahraga yang dulu biasa didengungkan pemerintahan orde baru: "Mensana In Corpore Sano - Dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat".... Haduuuuuuhhh...



Kamis, 17 Mei 2012

DIARY 2: Ironi Kehidupan



Setiba di rumah, sang sepeda sudah bertengger dengan kalemnya di halaman, disambut dengan komentar dari si bibi kepada istri : "Bu tadi ada yang bawakan sepeda".

Malam ini tentunya belum sempat saya mencoba si baru, tapi sepenggal rencana telah memenuhi benak untuk esok pagi bangun lebih awal mencoba gowes gowes keliling perumahan. Hahahahaha kok rasanya seperti anak kecil yang baru dapat hadiah sepeda mini baru karena jadi juara kelas ya ....

Pagi keesokan hari, bangun dengan semangat empatlima (bahkan mungkin empatlima-enam-tujuh-delapan sembilan-sepuluh), lalu bergegas Cuci muka, kumur-kumur, dan tentunya morning coffee seduhan sendiri agar nyawa secepatnya hadir, mengusir kantuk yang masih tersisa di mata, agar sigap menggerakkan raga yang diselimuti rasa terlalu bersemangat ini untuk mewujudkan rencana yang sudah tersusun sejak semalam (duileh yang dapet sepeda baru ... kalem dong brooo..).

Tidak menunggu lama, sepeda segera saya giring ke depan rumah, setel-setel sedikit tinggi sadelnya supaya jangkuan kaki pas di pedal (lagaknya udah yang kayak goweser sejati dah), sejurus kemudian dimulai dari hentakan pertama .. jalan menurun depan rumah membuat sepeda melaju dengan mulusnya  Wuuuusss..., terciptalah satu momen indah yang terekam dalam mata ini kala alam semesta : pepohonan; awan; rumah-rumah tetangga; pagar-pagar; tiang listrik; bak sampah; paving block; seolah berlari berlawanan arah dengan gerakan slow motion yang serba melankolis, mengharu biru dalam harmoni yang paling sempurna, dihembus angin pagi semilir (layaknya di filem-filem Eropa ), serta lambaian tangan ibu-ibu istri para pekerja bangunan,  hari sepertinya memiliki cara sendiri untuk mengucapkan selamat pagi kepada saya, dengan gaya bahasanya yang paling indah dan paling menggugah semangat.

Jalan paving depan taman di pusat perumahan sengaja saya pilih, karena konturnya yang memang datar-datar saja, cocok untuk arena uji coba. Setiap genjotan benar-benar saya rasakan kalo-kalo ada yang kiranya belum sempurna. Pedal rem; kepakeman rem, dan kelancaran pergantian gigi-gigi tentunya tak luput dari perhatian. Dan rupanya meski tergolong Low Grade (maksud saya harganya murah cing..), namun sepeda merk Le Run march 300 (powered by POLYGON), dengan gear dan pemindah gear merk Shimano ini tidak mengecewakan, cukup sebanding lah dengan dana yang telah kami keluarkan. Keseimbangannya stabil, dan pergantian antar gigi berlangsung cukup mulus meski sesekali ada suara gemeletuk, tak apa, secara keseluruhan semuanya saya nilai ok-ok saja.

Satu putaran, dua putaran saya lalui tanpa hambatan berarti, namun pada putaran ke tiga, nampaknya mulai ada masalah,... bukan.. bukan pada sepedanya, melainkan pada otot-otot di dengkul yang nampaknya mulai memberi sinyal penolakan untuk saya genjot sedikit lebih jauh lagi, dan agaknya saya pun tidak kuasa menolak pembangkangan tersebut, hingga kemudi pun saya arah kan menuju kembali ke rumah.

Rupanya perjalanan kembali ke rumah tidaklah semudah seperti saat berangkat tadi, karena posisi lokasi taman lebih rendah dari posisi rumah maka medan menuju rumah adalah medan yang menanjak, walau sebenarnya sih tidak terlalu terjal, tapi mungkin karena sudah lama sekali saya tidak mengayuh sepeda, dan ditambah lagi dengan otot-otot yang enggan diajak kompromi, jadilah perjalanan pulang menjadi siksaan yang maha berat yang harus saya tempuh. Sebenarnya bisa saja saya turun dan menuntun sepeda pulang ke rumah, tapi alamak tentunya hal itu akan sangat memalukan meski sebenarnya tidak ada seorang pun yang memperhatikan. Maka demi menjaga gengsi, saya bertekad bertahan untuk tetap berada di atas sepeda hingga tiba di rumah.

Ternyata siksaan yang harus saya alami belum berhenti hanya sampai di situ saja. Seperti peribahasa yang mengolok-olok dengan pepatah: sudah jatuh tertimpa tangga pula, beberapa belas meter menjelang tiba di rumah, dua ekor anjing milik tetangga menghadang perjalanan, sambil menggonggong dengan suara salakkan yang seolah diputar tombolnya ke volume maksimum. Meski saya bukan lah orang yang gampang takut kala berhadapan dengan anjing, namun Pastinya ini bukan waktu yang tepat untuk saya menghadapi mahluk-mahluk berambut gimbal tersebut. Di saat jumlah oksigen yang dipasok ke otak jauh lebih sedikit dari kebutuhannya, maka segala hal bisa menjadi sangat irrasional, mahluk yang sering dijuluki "sahabat terbaik manusia" itu dalam benak berubah menjadi sangat menakutkan, seolah mereka adalah mahluk separo gorila separo singa dalam film Star Wars. Tanpa bisa mengasah nalar lebih jauh saya pun berusaha menggenjot pedal sepeda sekuat tenaga, namun apa lacur, dengkul tetap tidak mau menuruti perintah dari kepala, sepeda bergerak dengan sangat lambannya, dan masih dalam kondisi sulit berpikir, saya coba pindahkan gear sejadi-jadinya, yang terjadi malahan genjotan semakin berat dan sepeda semakin lambat pergerakkannya, mencoba mengubah posisi gear pada perbandingan yang berlawanan malah mengakibatkan kondisi lebih fatal lagi, kali ini kayuhan menjadi teramat sangat ringan sehingga sepeda malah tidak bergerak sama sekali. Dalam situasi darurat seperti itu, maka turun dari sepeda lantas berlari secepatnya sambil menuntun sepeda adalah jawaban tercepat yang dapat saya pikirkan.

Setibanya di rumah dengan nafas tersengal-sengal, otot-otot kejang dan bergetar, jantung berdebar bertalu-talu, pandangan mata berkunang-kunang serta tubuh yang lunglai, sambil terduduk di teras, yang dapat saya lakukan hanyalah mengutuki diri ini, ya nasib ya nasib... mengapa alam bersindisikasi dengan sedemikian rupa kejamnya kepada ku, dari awalnya melambungkan euphoria hingga setinggi langit ke tujuh lantas dalam hitungan menit saja langsung menghempaskannya ke dasar samudra terdalam. Ibarat kapal Titanic yang justru karam pada pelayaran perdananya dari pelabuhan Southampton menuju New York.  


Senin, 07 Mei 2012

DIARY 1: Pada Mulanya


Diary ini bermula pada tanggal 4 Januari 2012, persisnya bertepatan dengan tanggal ulang tahun saya, saat istri tercinta meminta saya menemuinya di sebuah toko Sepeda di seputar area Kuta. Mulanya sih saya bingung kenapa istri meminta untuk bertemu di tempat yang tidak lazim ini. Hehehehe… ternyata dia ingin memberi saya kado ulang tahun berupa sebuah sepeda, dan saya diminta memilih sendiri model sepeda yang saya inginkan. 

Beragam sepeda tersedia di toko tersebut, semuanya apik; semuanya keren, tentu membuat bingung untuk memilihnya, namun dalam hati saya memutuskan bahwa pertimbangan masalah harga adalah factor utama untuk saya memilih. Karena meski pun namanya hadiah atau kado, namun kalo yang memberikan adalah istri, tentunya harga yang dibayar menjadi tanggungan berdua. Akhirnya untuk mempersingkat waktu, saya menghampiri sang penjaga toko sambil bilang :”Pak, saya mau cari sepeda model MTB yang harganya paling murah”.

Si penjaga langsung menunjuk ke satu model sepeda sambil bilang : “Yang ini harganya Satujutatigaratuslimapuluhribu rupiah”.

“Masih boleh ditawar gak pak?” Tanya saya lagi.

“Ada discount 5%”.

“Jadi jatohnya berapa?”.

Setelah dia utak atik kalkulator, “Satujutaduaratuslimabelasribu Rupiah Pak”.

“Genapin jadi satujutaduaratusribu aja ya”.

“Tanya koko-nya aja pak”.

Langsung saya cari si Koko pemilik toko, sambil setengah berteriak: “Ko.. sepeda yang itu boleh satujutaseratus ya, langsung saya bayar kes ..”.

Si koko rada bingung, lalu dia Tanya sama si penjaga : “Emang harganya berapa”

“Satujutatigaratuslimapuluh, discount 5%”.

“Ya udah buat bapak ambil deh satujutaduaratus, langsung kita anterin ke rumah”.

Lantaran tidak piawai menawar, dan rasa-rasanya harga yang ditawarkan sudah cocok, ya sudahlah tawar-menawar itu selesai dengan kesepakatan harga terakhir yang disebut oleh si kokoh.

Dengan harga segitu, saya mendapatkan satu unit sepeda dengan spesifikasi sebagai berikut :
           Model              : Mountain Bike
           Merk               : Le Run, March 300 powered by POLYGON
           Tipe                : Semi Off Road
           Suspensi          : Depan saja
           Warna             : Abu-abu metalik
           Gear Ratio        : 21 speed.
           Gear Belakang   : Shimano 7 Gear
           Gear Depan      : Shimano 3 gear
           Gear Switcher   : Model putar
           Rem                : Depan Belakang, model kanvas karet jepit.
           Velg                : Alumunium

 

Tentu saja saya tidak bisa berharap untuk mendapatkan sepeda yang keren dan  super canggih dengan rangka logam super ringan, tetapi paling tidak dengan spesifikasi seperti di atas, saya rasa cukuplah untuk sekedar berolahraga dan bergowes. Di lain waktu dan kalau ada sedikit kelebihan dana, toh saya masih bisa mengganti bagian per bagiannya dengan yang lebih keren.  

Terakhir, tidak lupa ucapan terimakasih untuk istri tercinta yang sudah memberikan kado ulang tahun yang istimewa ini.

Yuuuukkk gowes yuuuukk......